Friday, March 23, 2018

Recommended Hotel in Malang: Savana



Akhirnya, kami sampai juga di hotel (post sebelumnya ada di sini dan sini). Ternyata hotelnya cukup besar dan tepat di persimpangan di jalan besar pula. Saat kami tiba di hotel, petugas cukup cekatan membantu kami dan menaikkan barang-barang kami ke troli hingga mengantarkan ke kamar.

Ternyata, hotel ini belum lama berdiri. Kalau tidak salah lima tahun yang lalu. Pantas saja, penjual makanan di depan stasiun tidak tahu hotel ini dimana sewaktu kami tanya.

Saat kami datang, banyak tamu hotel yang sedang duduk di lobi. Tampaknya sedang ada konferensi dan sejenisnya. Namun karena lobinya cukup lapang dengan langit-langit yang tinggi, hotel tidak terasa “penuh”. Yang nyesek hanya asap rokok saja dari para tamu yang bersarung dan berkopiah itu. Padahal, di sofa sisi kanan resepsionis ada tulisan no smoking. Mungkin yang sisi kiri tempat mereka berbincang tidak ada tulisannya. Ah, yasudahlah. Gotong saja bayi ke kamar. Yuk, cusss!

Suasana lobi
Desain hotelnya separuh terbuka, dengan pencahayaan alami dari atap dan sirkulasi dari jendela. Ramah energi dan irit AC. Lorongnya pun tidak terlalu panjang. Kamar kami yang di ujung lorong dengan pemandangan menghadap ke jalan pun hanya melewati sekitar empat kamar.    

Saat masuk kamar, alhamdulillah kamarnya lapang dan bednya pun cukup besar. Desainnya minimalis, baik kamar tidur maupun kamar mandi. Walaupun kamar mandinya menggunakan shower (it means bayi harus dimandikan melantai atau digendong), saya suka kamarnya yang tanpa karpet sehingga kalau dedek ngompol bisa langsung dibersihkan. Yes, saya tipe diaper-free at least setengah hari agar kulitnya bisa bernafas. Kalau dalam perjalanan ya harus pakai lah..






Lemari dan tempat penyimpanan lain juga sesuai kebutuhan. Ada laci dengan kaca di bagian atasnya sehingga camilan, sereal, dan segala macam keperluan makan bayi bisa tersimpan namun terlihat. Untuk perjalanan seperti ini saya mengandalkan bubur instan, sementara di kereta bawa homemade food. Minibar bisa digunakan untuk menyimpan buah, sementara untuk sarapan bisa melihat apa yang tersedia di restoran. Malam itu, saya, suami, dan anak-anak beristirahat sambil menyantap makanan di meja kerja yang ada di kamar. Anak-anak puas sekali main kejar-kejaran: kakak berlari dan adik merangkak. Modal mobil-mobilan sebiji dan dinosaurus tiga biji pun cukup untuk imaginative play si kakak, sementara dedek sibuk aja mau masuk kamar mandi, hahah…

Paginya, kami sempat ingin berenang. Ternyata, kolam renangnya sedang dibersihkan. Petugas langsung mendatangi kami untuk memberitahu. Saya sendiri sebetulnya tidak terlalu ingin berenang mengingat suhu udara yang dingin (walaupun kolam renangnya indoor) dan lokasi kolam renang yang berada di tepi restoran dan dikelilingi oleh balkon kamar-kamar hotel. Risih rasanya. Jadi, kami ubah rencana pagi menjadi jalan-jalan di sekitar area hotel, menyeberang jalan dan lihat-lihat sebentar.

Kolam anak

Kolam dewasa
Setelah itu, saya dan suami sarapan bergantian karena dedek tidur. Restorannya cukup ramai, tapi makanan tidak ada yang out of stock. Apa favorit saya? Mie ayam dan pastry. Menurut saya mie ayamnya fresh karena langsung diracik pada saat itu, sementara pastry nya renyah sekali. Sisanya juga enak, seperti dimsum, omelet, salad, dan makanan khas Indonesia seperti nasi dan sayur.

Pada hari kedua, saya sempat membawa dedek ke restoran dan menyuapi buah yang sudah saya crush pakai Nuby. Saya selalu bawa Nuby ini kalau traveling, karena praktis banget. Tinggal pilih menu buah segar, masukkan, dan press. Buah pun lumat. Dedek pun sarapan sehat.

Tinggal masukkan buah potong dan press




Oya, di hotel ini ada juga fasilitas mushola yang cukup besar. Sayang saya tidak sempat menengok ke sana. Resepsionis pun membolehkan persewaan stroller untuk menitipkan stroller baik pada saat peminjaman maupun pengembalian. Jadi, selama kami menyewa stroller kami tidak pernah sekalipun bertemu si penyedia jasa. Dari segi lokasi, menurut saya cukup strategis karena tidak jauh dari stasiun, ada beberapa ATM di parkiran hotel, dan tinggal kayang ke Indomaret.

Overall, recommended sih.



Thursday, March 22, 2018

On The Train (Trip to Dino Park Part 2)



Setelah berkutat dengan budgeting (baca di post ini), akhirnya hari yang dinantikan pun tiba. Traveling pertama kami sejak beranak dua! Hahah.. Itu sebuah pencapaian ya, baik secara finansial, fisik, maupun mental. Jadi, we’re soooo excited to start this journey!

Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal (terutama tiket), kami pun menuju Stasiun Tugu. Rencana untuk memakai jasa porter urung kami lakukan karena saya masih bisa menggendong Argi (10 mo) dan membawa tas bayi. Sementara itu, suami membawa koper dan ransel sambil menggandeng Aksa (4,5 yo). Kemudian, suami menuju meja check in untuk mencetak boarding pass.


Sekarang jamannya apa-apa sendiri, cetak tiket pun sendiri. Praktis!
Kereta Malioboro Ekspress yang kami tumpangi ternyata sudah datang meskipun waktu keberangkatan masih sekitar 20 menit. Suami pun menyempatkan diri membeli bekal makan siang di stasiun (yang akhirnya dimakan juga sebelum jam makan siang). Keretanya cukup tua tapi worth it lah dengan harga Rp 250.000. ACnya pun cukup dingin sampai-sampai hoodie anak-anak selalu saya pasang. Saya tidak membayangkan jika tripnya malam hari, pasti Argi kedinginan.

Delapan jam, anak-anak bosen gak ya?
Saya sudah antisipasi munculnya rasa bosan, khususnya Argi. Saya memang tidak membawa banyak mainan, cukup tiga jenis untuk Argi plus Aksa, yaitu satu mobil-mobilan dan dua dinosaurus kecil. Selain itu, camilan dan air putih. Argi memang tipe bayi yang aktif, jadi mainan hanya membuatnya senang sesaat. Ketika mulai lelah duduk, he’s craving for crawling. Iya, saya tahu lantai kereta api memang kotor. Tapi, anak bungsu saya ini membuat saya harus mengalah dengan membiarkannya merangkak demi meredakan rewelnya. Karena dia masih suka memasukkan benda asing ke mulut, saya harus melakukan pengawasan melekat, jika tidak ingin tangan kotornya masuk mulut. Tisu basah pun sudah ready di tangan, siap meluncur ke tangan kecilnya begitu ia ingin menyentuh mulut atau wajahnya.

Kalau Aksa sih alhamdulillah aman terkendali. Saya bawakan buku ensiklopedi dinosaurus yang cukup ringan, but he’s not in the mood to read. Instead, dia memainkan dua dino yang saya bawa dan menciptakan skenarionya sendiri. Selain itu, saya juga menjelaskan tentang sawah, kabel listrik, terowongan, jembatan, sungai, apapun yang kami lewati dan kira-kira menarik baginya. Berdiri di pintu dekat sambungan kereta juga menyenangkan, cuz we had different view. Sayang, kami diusir petugas karena ternyata it is prohibited to do so.

Sampai di Malang!
Setelah sempat hampir turun di stasiun yang salah, akhirnya kami menginjakkan kaki di Stasiun Malang. Kesan pertama, kok kumuh-gelap-bau ya? Dengan objek wisata sekelas Batu Secret Zoo, I imagined something more than this. Tapi sudahlah, saya yakin kotanya bersih. Saat keluar, ternyata tidak ada lahan parkir sehingga mobil angkutan berjubel, seberjubel sopir taksi yang berusaha mencari penumpang. Dalam hujan ringan, kami pun menyeberang ke deretan warung makan dengan tujuan memesan Go Car. Ternyata, Go Car dilarang menaikkan penumpang di stasiun. Sempat ada yang ambil order kami, tapi mendadak dicancel .

Sambil menunggu, kami pun memesan rawon, pecel, dan ayam goreng di warung makan yang berjajar di seberang stasiun. Harganya sih cukup terjangkau dan tempatnya cukup bersih. Sayang, saat itu hujan. Kalau tidak, saya dan anak-anak pasti sudah main di Taman Trunojoyo, yang tepat berada satu area dengan warung-warung makan tadi.


Taman Trunojoyo

Deretan warung makan di tepi taman seberang stasiun Malang

Daftar menu, biar ada bayangan harga makanan di sana
Akhirnya, kami berhasil naik Go Car walau harganya dua kali lipat. Saya lupa, antara Rp 16.000 - Rp 22.000 kalau tidak salah. Itupun berhentinya di agak jauh supaya tidak ketahuan, hahah… Serius, kalau ketahuan bisa didenda 200 ribuan drivernya. Serem juga ya.

Alhamdulillah, perjalanan menuju hotel hanya ditempuh sekitar 15 menit. Berbeda dengan stasiun tadi, Malang ternyata bersih. Lalu lintas di jalan yang kami lewati sepintas mengingatkan saya akan Solo. Tak sabar rasanya untuk sampai di hotel dan mandi.

Next post: Savana Hotel Malang

Friday, March 2, 2018

Manajemen Emosi, Bagaimana Caranya?


Akhir-akhir ini, kepala saya sering dibuat pening oleh Aksa, anak sulung saya yang berusia 4,5 tahun. Bagaimana tidak, ia sedang senang-senangnya melempar mainan ke arah adiknya dan ibunya, dengan atau tanpa sebab. Saya yang kadang sudah terlalu lelah berkutat dengan urusan rumah tangga pun sering tersulut emosinya dan akhirnya membentak atau menghukumnya. Hanya sesal yang ada setelah itu.

Ketika minggu lalu ada sharing session mengenai manajemen emosi yang diadakan oleh JMP (Jogja Muslimahpreneur Community), saya pun langsung memutuskan untuk ikut. Pembicaranya adalah Hendri Harjanto, Trainer dan Grafolog, Founder Omah Tentrem.

Ternyata, emosi itu tidak melulu berbentuk negatif lho. Beliau mengambil contoh film Inside Out, yang menggambarkan bahwa setiap bentuk emosi memiliki tugasnya masing-masing. Nah, untuk bisa mengelola emosi dengan baik, kita harus memahami bahwa emosi itu melibatkan otak dan hati. Dimanakah hati? Menurut Pak Hendri sih di jantung, pusat kehidupan seseorang karena ialah yang memompa darah ke seluruh tubuh.


Nah, kenapa kita kalau kelepasan marah seringnya menyesal kemudian? Karena bagian otak yang bekerja kala itu adalah pikiran bawah sadar kita. Saya lumayan kaget ketika tahu bahwa pikiran bawah sadar kita itu memegang peranan sekitar 80-90% sementara pikiran sadar kita hanya sekitar 5-10%. Yang perlu kita sadari, pikiran bawah sadar atau unconscious mind ini terbuka lebar (menyerap sesuatu) ketika ia dalam kondisi intens. Jadi, ketika anak dalam keadaan takut dan kita memarahinya, tahu kan, apa yang ia simpan di otaknya?

Masih berhubungan dengan otak, Pak Hendri juga berbagi informasi tentang gelombang otak. Karena ketika bagian ini Aksa minta ke toilet, pemahaman saya kurang utuh. Intinya sih, gelombang otak manusia ada gamma, beta, alpha, theta, delta. Ketika kita sadar seperti ini, otak kita berada pada gelombang beta. Gelombang alpha terjadi saat kita mengantuk namun tetap sadar. Karena itu, gelombang alpha digunakan untuk proses hypnosis karena menghubungkan pikiran sadar dan bawah sadar. Sementara itu, gelombang theta muncul saat kita dalam kondisi tertidur ringan atau dalam kondisi ibadah yang khusyuk. Bayi dan balita mostly memiliki gelombang theta dan alpha karena mereka tidur 12 jam sehari.  Kedua gelombang ini adalah pikiran bawah sadar, sehingga anak-anak mudah menerima perkataan orang lain apa adanya. So, sortir kata-kata kita ya buibu khususnya kalau sedang emosi..

Oke, dari penjelasan di atas, kurang lebih kita jadi tahu bahwa pikiran bawah sadar memiliki peranan yang besar, termasuk ketika kita sedang dalam keadaan emosi yang kurang stabil. Lantas, bagaimana solusinya?

Orang Indonesia (kata Pak Hendri ya, saya tidak tahu benar tidaknya) rata-rata memiliki dua kebiasaan terkait dengan emosi. Pertama, melampiaskan. Kalau diibaratkan bisa seperti magic jar saat sedang proses menanak nasi: keluar asapnya saja tapi nasinya masih di dalam. Kedua, menekan. Kalau yang ini ibaratnya seperti pegas: jika ditekan terus maka suatu saat akan melontar. So, keduanya sama-sama kurang sehat ya. Ujung-ujungnya menyesal deh.


Nah, agar emosi negatif tersalurkan dengan lebih sehat, caranya adalah AIR. Akui-Ijinkan-Relakan. Misalnya, kita bad mood karena sariawan yang tak kunjung sembuh. Maka, akui saja kalau kita memang merasa kesal dan terganggu dengan adanya penyakit tersebut. Lalu, ijinkan penyakit tersebut untuk menghuni mulut kita untuk sementara waktu. Lihat sisi posistifnya. Mungkin saja sariawan tersebut adalah pertanda kita harus lebih memperhatikan kesehatan, atau mungkin dengan adanya sariawan tersebut, kita jadi lebih sedikit ngomelin anak dan suami, hahah.. Terakhir, relakan. Relakan segala rasa sakit dan kesal itu untuk kita alami dan kemudian pergi.

Mudah ya bacanya.. Susah ngejalaninnya J

Untuk bisa pintar mengelola emosi, tentu saja kita harus berlatih. Yang dilatih adalah menjangkau pikiran bawah sadar kita, karena disanalah semua berasal. Pengulangan bisa menjadi salah satu caranya. Jangan terlampau sedih kalau belum berhasil, ya. Yang penting semangat untuk berubah tidak hilang. proses transformasi ini memiliki pola: tidak sadar-sadar-berlatih-berubah. Semua manusia bisa berubah, asalkan ia mau.

Satu lagi. Kita bisa mengubah orang di sekitar kita dengan gelombang elektromagnetik yang kita miliki. Ternyata, setiap orang memancarkan gelombang. Pernah merasakan hatinya mendadak adem ketika datang mengunjungi suatu masjid? Itu adalah salah satu contoh bahwa gelombang elektromagnetik orang-orang yang pernah beribadah disana tertinggal dan memancarkan energi positif.  

Kalau kita sedang uring-uringan sejak mata terbuka di pagi hari, bisa saja orang serumah mendadak “kesamber” gelombang negatif kita. Karena itu, melatih diri untuk mengatur emosi tadi penting sekali, apalagi saya menghadapi makhluk-makhluk mungil yang siap mencontoh saya 24 jam! Jangan sampai di kemudian hari kita menyesal.

Jadi, sudah siap berlatih dan berubah ya!


photos: instagram @jogjamuslimahpreneur